Sunday, December 25, 2016

Coming Home After Living Abroad

Tulisan dengan bertemakan pasca saya pulang dari Jerman, memang saya lakukan sengaja dalam tenggat waktu yang sangat jauh setelah saya pulang. Karena saya akan merangkum bagaimana rasanya saat pulang, proses kembalinya saya menerima, dan melihat hasil apa yang saya yakini selama ini mengapa saya ingin pulang.

Berkumpul lagi bersama keluarga merupakan hal utama yang saya nanti-nantikan, namun ternyata, tidak seindah yang saya bayangkan. Kadang saya merasa berdosa "yakali ketemu orang tua bukannya seneng malah galau ga karuan." Bukan saya tidak senang pulang ke rumah, tapi ada satu perasaan dimana hati saya belum menerima bahwa saya harus pulang. Entah kenapa semua terasa sangat salah dan meresahkan.

Keluarga, keadaan sekitar, teman-teman semuanya masih tetap sama, kemudian saya menyadari, yang berubah adalah saya.
Cara berfikir, cara pola hidup, cara memandang sesuatu, sifat dan kebiasaan orang sekitar, keadaan sekitar, benar-benar jadi hal yang selalu meresahkan. Ditambah saya mulai mencari pekerjaan kesana kemari, tidak ada kegiatan yang teratur, hanya menambah frustasi. Hubungan romansa yang diperjuangkan, namun ternyata tak berbuah hasil , membuat penyesalan semakin memuncak.Saya berubah tapi saya tau, saya tidak boleh tinggi hati. Ini hanya merupakan masa transisi, hanya perasaan yang belum menerima, hanya perasaan sesaat.
Saya percaya, bagaimana seseorang akan tenang atau tidak menjalani hidupnya adalah tergantung pola pikirnya. Maka, saya terus meyakini, keputusan yang saya ambil adalah hal yang saya selalu yakini pada saat itu, istilahnya seperti yang Ted Mosby katakan:  the eggs already broken, let's make ommelete out of it, so aku terus meyakini keputusan aku dan menjalani dengan sebaik-baiknya.

Beberapa hal yang kemudian dapat saya ambil hikmahnya adalah, ketika kamu menjalani kehidupan di suatu tempat, ketika kamu menjalani peran baru di tempat baru, ketika kamu telah melepaskan atau meninggalkan segala hal untuk kehidupan yang baru, ketika kamu melangkah ke depan, "Don't looking back, you're not going that way!", jalani kehidupan kamu sebaik baiknya di situ , saat itu! jangan terus berfikir apa yang akan kamu lakukan di masa mendatang di tempat yang berbeda, jangan terus berfikir apa yang akan kamu lakukan di masa mendatang dengan peran yang berbeda, jangan terus berfikir apa yang akan kamu lakukan dengan orang orang yang akan kamu temui di masa mendatang, sehingga kamu tidak benar-benar menikmati masa yang sedang kamu lakukan saat ini. kamu akan kehilangan banyak momen banyak kesempatan yang tepat ada di depan mata, livin and enjoy your life kemudian jadi mantra sakti untuk saya sampai saat ini. Merencanakan masa depan memang perlu, tapi tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya.

Punya kerjaan yang sibuk, di perusahaan yang udah bagus, gaji yang cukup untuk sendiri, dikabulkan oleh Allah S.W.T , namanya juga ghea ga suka bersyukur haha tetep aja semua udah sesuai rencana waktu pulang masih aja ngedumel. Padahal kerjaan bisa diselesaikan, orang-orang sekitar juga baik, tapi teteeeep aja ada yang dikeluhkan. Sampai akhirnya sharing sama temen-temen sebaya, dan memang bukan cuma saya yang ngerasain kaya gini, atau bisa dibilang quartal life crisis. Ngerasa segala hal ga pas, ya kerjaan, ya pasangan, ya lingkungan, ya masa depan, semua kerasa riskan. Sampai akhirnya saya baca- baca gejala riskan yang tak berkungjung ini, dan nemuin memang wajar di umur segini kita ngerasa banyak hal yang bikin resah. Memang umur 20-30 itu masa transisi manusia, dari yang biasanya hanya disibukkan dengan kegiatan sekolah atau perkuliahan kemudian datang tanggung jawab tanggung jawab lain yang sudah mulai harus ditempuh. Kehidupan "yang sebenarnya" , kehidupan yang kelak akan kita nikmati tergantung apa yang sedang kita tanam di umur segini, keputusan-keputusan besar yang kita ambil yang menghasilkan hal besar pula, pikiran-pikiran beranjak dewasa yang membuat kita berfikir apakah orang sekitar kita mendukung untuk mencapai cita cita kita ataukah menghambat, cita cita yang belum terealisasikan berbentur dengan umur, kerjaan, kenutuhan, antara cita cita dan realita, semakin banyak hal yang difikirkan semakin banyak pertimbangan semakin banyak pula keresahan.

Sampai detik inipun , saya masih merasa banyak hal yang meresahkan. tentang cita-cita mengembara ke seluruh dunia, tentang pekerjaan di masa depan, tentang pasangan yang selalu berujung tak indah haha, banyak hal yang tidak akan ada habisnya, tapi satu hal yang saya masih terus yakini setelah pengalaman kemarin, kalau saya hanya perlu menjalani kehidupan yang ada di depan mata saya sebaik baiknya , tidak perlu riskan, selama hati saya tidak jauh dari Tuhan, say atau karena terlalu banyak berfikir tentang dunia maka dari itu tidak ada habisnya, maka yang selalu saya yakini dan lakukan sekarang adalah do the best and let God do the rest!

Untuk siapa saja yang sedang mengalami hal yang serupa dengan saya, jangan khawatir, kamu ga sendirian, hampir semua orang di umur kita ngerasain yang sama, kita cuma butuh waktu buat jalanin semuanya, buat membuat semuanya jadi stabil dan baik baik saja, cari suatu hal yang bikin kamu tetap dalam pikiran yang tenang dan tetep bisa merencanakan hal apa yang akan kamu lakukan, sabar... suatu hal yangbesar memerlukan proses dan tidak instan, jangan menyerah! kamu hampir sampai pada tujuan!jatuh tujuh kali berdiri delapan kali! What you belive , it infect the mind!

Selamat berjuang!



1 comment:

  1. "Our place shall never be a place, but a state of mind". -Charlotte Eriksson-

    Sangat inspiratif ghea!

    ReplyDelete